FAKTOR SUKSES LOBI DAN NEGOSIASI TIONGKOK DALAM PROYEK TENDER KERETA CEPAT JAKARTA – BANDUNG

Lobi dan negosiasi adalah suatu kegiatan yang umum dilakukan oleh hampir semua orang ketika melakukan hubungan sosial dengan sesama. Aktifitas pendekatan dengan sesama teman, kolega, rekan bisnis, orang tua - anak, atasan - bawahan dan lain-lain dan untuk selanjutnya terjadi proses perundingan, tawar-menawar demi mencapai kesepakatan dan keinginan tertentu. Negosiasi adalah salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk membuat keputusan dalam kesepakatan bisnis maupun dalam sengketa. Adapun beberapa tujuan dari negosiasi dalam proses bisnis adalah:

• Mendapatkan atau mencapai kata sepakat yang mengandung kesamaan persepsi, saling pengertian dan persetujuan. 
• Mendapatkan atau mencapai kondisi penyelesaian atau jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi.
• Mendapatkan atau mencapai kondisi saling menguntungkan dimana masing-masing pihak sama-sama diuntungkan [win-win solution].

Negosiasi adalah salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk membuat keputusan dari permasalahan atau sengketa yang terjadi. Untuk mencapai kesepakatan bersama yang mengandung manfaat positif yang bisa dirasakan bersama, maka diperlukan negosiator yang mampu mencari akar permasalahan dan memetakan apa kebutuhan dan keinginan dari masing-masing pihak. Beberapa jenis negosiasi sesuai dengan style atau gaya orientasi penyelesaiannya bisa dibagi menjadi empat yaitu:

• Bargaining (Berorientasi pada pendekatan secara kompetitif)
• Win – Lose 
• Compromize (Langkah yang diambil untuk menyelamatkan pihak-pihak yang berunding untuk menghindari win – lose atau lose - lose)
• Win – Win (Pendekatan dan langkah kolaboratif untuk mencapai kebutuhan semua pihak)

Pada bulan Oktober 2014 setahun lalu, Negara Jepang merayakan eksistensi kereta supercepat mereka yang bernama Shinkansen atau dijuluki dengan nama kereta “peluru”. Tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1964 kereta tersebut muncul dan berada ditengah-tengah masyarakat jepang dengan melayani rute Tokyo - Osaka. Suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka karena di masa transisi itu ternyata jepang berhasil menunjukkan kemajuan teknologi mereka. 

Sementara itu di negeri Tirai Bambu Tiongkok juga mempunyai layanan kereta cepat yang diberi nama China Railway High-Speed (CRH) yang mulai beroperasi pada tahun 2007 dan melayani rute Beijing – Tianjin. Meski dibilang terlambat dalam mengembangkan proyek kereta cepat dibandingkan Jepang, namun perkembangan proyek kereta cepat di negara tersebut terbilang sangat pesat dengan melayani berbagai rute dalam negeri yang jika dilihat di peta mempunyai daratan yang sangat luas.

Di Indonesia saat ini memang belum mempunyai moda transportasi tersebut, setidaknya hingga saat ini presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja merampungkan tender kereta berkecepatan sedang yang dimenangkan oleh Tiongkok. Gagasan untuk pembangunan moda transportasi masal kereta cepat Jakarta – Bandung ini sebenarnya sudah muncul sejak era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dibawah ini adalah perbandingan Kereta cepat Jepang & Tiongkok berdasarkan pengalaman dan rencana proyek yang akan di implementasikan di Indonesia. 

Perbandingan kereta cepat Jepang dan Tiongkok

Bentuk kerjasama yang ditawarkan Jepang adalah pinjaman bersyarat dan Jepang meminta jaminan terhadap kelancaran proyek selama proses pengerjaan hingga beroperasi selama 40 tahun kedepan.

Dari data disini sudah sangat jelas bahwa pemerintah Jepang meminta jaminan keamanan investasi dan keselamatan dari pemerintah Indonesia terhadap keberlangsungan mega proyek perdana ini. Selain itu pembiayaan yang ditawarkan adalah pinjaman sebesar 75% dari nilai proyek dan pembayarannya diangsur selama 40 tahun. Selama rentang waktu tersebut bisa dipastikan segala hal yang menyangkut proyek kereta shinkansen seperti infrastruktur, spare part, dll mayoritas harus didatangkan dan di-otorisasi langsung oleh Jepang. (tenor terlalu lama dan dikhawatirkan Indonesia akan mempunyai ketergantungan yang tinggi kepada Jepang).

Selama 50 tahun eksistensinya, Jepang terbukti lebih unggul dalam hal teknologi, keselamatan penumpang dan infrastruktur.

Sejarah atau masa lalu memang tidak akan bisa dihapus dari catatan atau ingatan, apalagi jika terjadi peristiwa kelam. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa kereta cepat Tiongkok pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kematian dan luka-luka di tahun 2011, sementara itu kereta cepat Jepang bisa dibilang mempunyai catatan sangat bersih atau dengan kata lain tidak pernah mengalami kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian infrastruktur seperti yang pernah dialami oleh Tiongkok. Kalaupun ada pemberitaan di media lain tentang kematian penumpang di dalam kereta shinkansen, itupun terjadi karena ada penumpang melakukan bunuh diri dan penumpang mengalami serangan penyakit jantung pada saat kereta melaju. Berita lain seputar kecelakaan yang melibatkan kereta Shinkansen yang mungkin pernah terdengar adalah mobil yang tertabrak kereta Shinkansen yang menyebabkan pengemudinya tewas. Peristiwa itu terjadi pada akhir tahun 2013.

Bagaimana dengan skema yang ditawarkan oleh Tiongkok?

Sepertinya pemerintah Tiongkok sudah mempersiapkan jauh-jauh hari untuk mensukseskan ambisinya dalam mengerjakan proyek perdana ini di Indonesia. Dengan melakukan penelitian dan observasi dari keinginan Indonesia mulai dari aspek sosial,ekonomi,geologi,dll. Dengan sumber dana APBN yang cukup terbatas, tentunya Indonesia lebih suka memilih kerjasama murni Business to Business (B2B) yang mengeluarkan capital sekecil-kecilnya tetapi mendapatkan return yang signifikan. Skema yang ditawarkan oleh Tiongkok adalah bersedia menanggung 75% dari total nilai proyek yang akan dikucurkan oleh lembaga finansial Tiongkok. Sementara sisanya 25% akan dibebankan kepada perusahaan patungan (joint venture) antara China Railway Corporation dengan mitra perusahaan lokal di Indonesia (sumber: http://www.cnnindonesia.com) dengan porsi 60% saham dipegang oleh Indonesia dan sisanya 40% dipegang oleh Tiongkok. Dengan tenor pinjaman yang cukup singkat hanya 25 tahun maka sangat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk bisa segera menyelesaikan hutang-hutangnya dan segera melakukan alih teknologi dari Tiongkok ke Indonesia.  Suku bunga 2% memang jauh lebih tinggi dari suku bunga yang ditawarkan oleh Jepang, tetapi kembali lagi kepada kondisi Indonesia yang kemampuannya saat ini baru sebatas mencicil dan klausul kerjasama yang ditawarkan oleh Tiongkok jauh lebih menguntungkan. Untuk komponen dan suku cadang, Tiongkok bersedia menggunakan 60% komponen buatan lokal yang juga harus disesuaikan dengan kompatibilitas standar teknologi internasional.  Standar teknologi internasional ini yang menjadikan kereta buatan tiongkok ini kompatibel dengan produsen kereta cepat di eropa dan amerika seperti Perancis, Jerman dan kanada. Keadaan ini menjadikan Indonesia tidak akan bergantung lama dengan Tiongkok di masa mendatang, karena Indonesia dapat memilih teknologi, suku cadang dari negara lain sebagai pengganti jika dirasa diperlukan. Sementara itu untuk urusan jaminan keamanan investasi dan keselamatan tidak ada permintaan dari pemerintah Tiongkok ke pemerintah Indonesia. Lebih sederhana tentunya dan tidak membutuhkan banyak usaha dari kita. Cerdas dan memang mereka benar-benar tahu apa keinginan kita.

Seberapa penting proyek kereta cepat Jakarta – Bandung ini perlu direalisasikan dalam waktu dekat? Dan apakah kebutuhan ini menjadi prioritas ?

Mempunyai kereta cepat terbukti mampu menjadikan negara tersebut lebih produktif, mobilitas lebih tinggi dan tentunya kelancaran usaha dan pertumbuhan bisnis menjadi semakin menggeliat. Dengan kecepatan 200 Km per jam, maka waktu tempuh dari Jakarta – Bandung atau sebaliknya hanya membutuhkan waktu kurang lebih 30 sampai 35 menit saja atau sama seperti saya melakukan perjalanan dari stasiun Depok baru menuju stasiun Bogor dengan menggunakan Kereta Listrik (Commuter Line) Jabodetabek. Melihat dari pertumbuhan ekonomi dan usaha di area Jakarta – Bandung sebenarnya kalau menurut saya pribadi seharusnya proyek ini bukan menjadi prioritas utama, karena jalur Jakarta – Bandung saat ini sudah ada penopang utamanya yaitu jalur Tol langsung Cipularang yang membutuhkan waktu tempuh sekitar dua jam perjalanan. Kebanyakan orang melakukan perjalanan Jakarta – Bandung bukan untuk untuk melakukan bisnis, tetapi hanya untuk berwisata , itupun terjadi di akhir pekan saja.

Beberapa proyek penting dan prestisius lain seperti Jalur Tol Trans Jawa, jalur kereta double track trans jawa, Tol trans Kalimantan, Trans Sulawesi, Tol Laut yang juga menunggu untuk segera direalisasikan sepertinya memiliki skala prioritas yang lebih mendesak daripada proyek kereta cepat Jakarta – Bandung ini. 

Apapun analisanya, jika proyek kereta cepat Jakarta – Bandung ini jadi direalisasikan maka Presiden Jokowi akan mencatatkan dirinya sebagai peletak batu pertama dan meresmikan proyek kereta api cepat ini. Sejarah akan mencatat itu dan sebagai pertaruhan presiden Jokowi juga. Jika proyek ini gagal ditengah jalan, kita sebagai anak cucu bangsa indonesia yang akan membayar dan melunasi hutang-hutang yang sudah terlanjur digelontorkan dananya oleh siapapun vendornya (Jepang, Tiongkok atau yang lain).

Beberapa perkembangan seputar kelanjutan proyek kereta cepat ini.

• Dalam menjalankan operasional proyek, Pemerintah Indonesia sepertinya akan menunjuk PT. Wijaya Karya (WIKA) sebagai project leader yang mengawasi jalannya proyek. WIKA bisa disebut juga sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah yang nantinya akan mengomandani jalannya proyek :).
• Spesifikasi teknis kereta cepat yang ditawarkan oleh Tiongkok berbeda dengan spek teknis yang ditawarkan pada saat pengadaan proyek Bus Transjakarta yang banyak masalah itu J. Saat ini mereka sedang berupaya membuktikan ketangguhan kualitas teknologi mereka agar terlepas dari stigma buruk sebagai negara yang sangat mahir dalam membuat barang tiruan dan berkualitas rendah.
• Spesifikasi teknis yang ditawarkan Tiongkok untuk proyek kereta cepat ini adalah spek terbaik dengan kualitas terbaik seperti yang mereka implementasikan di negara mereka sendiri.
• Potensi perkembangan bisnis dan tambahan pendapatan di daerah-daerah yang dilalui kereta cepat Jakarta – Bandung yang otomatis akan mengangkat pendapatan daerah tersebut.
• Bodi kereta akan dirancang dan dibangun di Indonesia oleh teknisi ahli dari Tiongkok, yang mana memberikan keuntungan kepada teknisi-teknisi dalam negeri untuk bisa sekalian melakukan alih teknologi.
• Mengenai bunga pinjaman yang berlaku antara Indonesia dan Tiongkok masih lebih murah dibandingkan dengan Jepang. Sebagai informasi saja mata uang Tiongkok dengan Yuan-nya adalah mata uang paling stabil saat ini jika di kurs kan ke mata uang asing. Dengan kekayaan Gross Domestic Product (GDP) sebesar itu tentunya tidak ada masalah bagi pemerintah Tiongkok untuk bisa melakukan intervensi sesuka hati mereka untuk terus menjaga kestabilan mata uang nya.
• Indonesia adalah pasar yang sangat strategis bagi Jepang dan Tiongkok sebagai ajang untuk unjuk kekuatan superioritas teknologi kereta cepatnya di kawasan Asia pasifik.
• Suka atau tidak suka, Indonesia adalah “War Zone” dari dunia barat yang diwakili oleh Jepang dan dunia timur yang diwakili oleh Tiongkok. Siapa yang akan memenangkan?
• Tiongkok akan membiayai pembangunan jalur kereta supercepat yang menghubungkan tiga benua yaitu antara Beijing – New York melalui Rusia. Jika proyek ini jadi, maka akan menjadi proyek prestisius kereta cepat terpanjang di dunia dengan membangun terowongan bawah laut yang panjangnya mencapai tiga kali lipat dari panjang terowongan di selat channel (menghubungan Perancis dan Inggris).

Presiden Jokowi menjatuhkan pilihannya kepada Tiongkok dalam menyelenggarakan mega proyek kereta cepat perdananya.
Selain hitung-hitungan teknis diatas seperti tawaran pembiayaan, training, transfer teknologi, sharing margin dan segudang keuntungan lainnya sebenarnya ada V-Factor lain yang sangat berpengaruh yaitu memaksimalkan jaring-jaring Lobi dan Negosiasi agar si primadona segera jatuh hati. Proyek ini tampak jelas dan nyata menjadi rebutan yang cukup sengit antara Jepang dan Tiongkok. Proses lobi dan negosiasi dalam level tingkat tinggi pastinya dilakukan oleh kedua negara tersebut untuk menarik Indonesia dalam menjatuhkan pilihannya. Dalam pemikiran Jepang dan Tiongkok, Lobi-lobi tingkat tinggi yang dilakukan oleh semua jajaran elite masing-masing negara juga sangat berpengaruh dan menentukan siapa nanti yang akan keluar sebagai pemenangnya. Lantas, dimana kekuatan komunikasi yang dilancarkan oleh Tiongkok ke Indonesia? Jika dilihat dari prosesnya, sepertinya mereka menggunakan cara pendekatan secara kombinasi antara Bargaining dan Compromize. Mereka sadar bahwa image mereka dimata dunia begitu buruk sebagai negara peniru teknologi dan berkualitas rendah, akan tetapi kemampuan komunikasi yang bisa dibilang cakep dan mampu secara mendalam dan persuasif menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan dari produk-produk buatan mereka. Hal-hal lain mungkin memberi tambahan celah keuntungan bagi Tiongkok adalah sejak pemerintahan Indonesia baru sekarang ini produk-produk mereka mulai diakui oleh pemerintahan presiden Jokowi. Kemungkinan lain yang bisa jadi merupakan satu dari beberapa pertimbangan Presiden Jokowi adalah bantuan dari Tiongkok berupa pinjaman dana ke beberapa Bank pelat merah (MAND*R*,BN*,BR*) beberapa waktu lalu yang mana sebenarnya nilainya sangat kecil atau kurang dari 1% total nilai aset yang dimiliki oleh ke-tiga bank tersebut.

Sekian.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk teman-teman seperjuangan, kang Dandy Koswaraputra (ex. Bloomberg Indonesia) atas dedikasi dan semangatnya dalam mengikuti sharing session Komunikasi Bisnis dan Diplomasi Korporat serta mas Andri Setiawan atas bantuan transfer slide nya.


Donny Kristiyanto