MENJADI SEORANG “SALES” DENGAN TANGAN, TELINGA DAN HATI YANG TERBUKA
Pengalaman tanpa sengaja sebagai
seorang Sales & Marketing di dunia Properti yang menjadikan saya mencoba untuk lebih
terbuka dan membuka diri dalam mendalami dan memahami arti kata dan makna dari “Sales”.
Sales atau Pemasar atau Salesman sering kali mempunyai konotasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan bidang pekerjaan lain, sampai-sampai para
Fresh Graduate pun sering menolak
jika ditawari posisi sebagai Sales di perusahaan. Hal ini bisa dimaklumi dengan seringnya kita dihadapkan pada telepon, SMS maupun dihadang ketika
sedang santai berjalan-jalan di area publik oleh orang yang sedang menawarkan
produk, jasa ataupun pinjaman “tanpa agunan”. Stigma atau label ini sudah
berjalan bertahun-tahun.
Daniel Pink seorang yang menjadi
asisten dan pembuat pidato Al Gore, Wakil Presiden Amerika Serikat,
To sell is human”
katanya. Dalam kehidupan sehari-hari, semua orang selalu berjualan,
seorang ibu yang membujuk anaknya untuk makan sayur, seorang pengacara
yang mempengaruhi hakim untuk memenangkan perkara, bagian finance
yang mengajukan data-data yang mendukung agar efisiensi diberlakukan. Kita
segera bisa melihat bahwa menjual ide, konsep, keyakinan, terjadi di mana-mana
dan dilakukan oleh siapa saja. Banyak orang tidak menyadari hal ini hanya
karena mereka tidak merasa bermata pencaharian sebagai sales atau pemasar atau
salesman. Padahal dalam kehidupan nyata, terlihat banyak terjadi transaksi
jual-beli, bahkan menjual diri sendiri seperti dalam wawancara pekerjaan
ataupun dalam kampanye pemilihan ketua atau pemimpin. Hampir semua aktifitas
kita sehari-hari berhubunga dengan yang namanya “sales”.
Kegagalan kita dalam bekerja,
berkooperasi atau mendapat simpati atasan bisa berpangkal pada ketidakmauan dan
ketidakmampuan kita dalam berjualan. Berapa sering ide kita ditolak di tengah
jalan dan kadang membuat demotivasi atau bahkan menganggap atasan tidak
supportif semata-mata dikarenakan ketidakmampuan kita untuk menjual ide
tersebut. Banyak sekali perusahaan besar yang membayar konsultan ternama
tingkat dunia untuk membuat strategic
plan sangat canggih bagi organisasi mereka, tetapi pada akhirnya srategic plan tersebut berakhir di ruang perpustakaan karena
ketidakmampuan manajemen untuk menjual dan diimplementasikan ke seluruh insan.
Betapa seringnya visi misi organisasi yang demikian mulia sekadar menjadi
hiasan dinding karena mereka tidak berhasil “membeli” hati karyawannya untuk
menjadikan visi misi pribadi mereka sendiri. Sales is an exchange of value between two parties.
Jadi mengapa pandangan kita
terdorong ke arah yang negatif menghadapi salesman?
Salesman sering kali lupa bahwa sales is about the customer. Jadi bukan
apa yang diinginkan oleh Salesman untuk terjadi, melainkan apa yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pelanggan. Betapa seringnya kita merasa jengah dengan telepon
dari telemarketer yang langsung
menawarkan suatu produk dengan berapi-api lengkap dengan beragam manfaat dan
keuntungannya, padahal jelas-jelas sudah dikatakan bahwa kita tidak membutuhkannya.
Orang sering kali menilai sales yang
baik adalah mereka yang dapat meyakinkan orang lain bahkan sampai membuat orang
lain membeli sesuatu yang tadinya bahkan
tidak mereka butuhkan. Padahal, bisa jadi pembelian itu terjadi semata-mata
karena si pembeli tidak kuat lagi untuk menolak atau sekadar agar ia terbebas
dari si penjual.
Salesman yang baik haruslah
datang dengan tangan, telinga dan hati yang terbuka untuk benar-benar mendengar
dan memahami kebutuhan pelanggannya tanpa adanya agenda tersembunyi. Ia
harusnya memiliki etiket untuk membangun hubungan yang didasari oleh win-win solutions, Interaksi antara
penjual dan pembeli baiknya didasari atas ketulusan untuk mencari solusi yang
terbaik bagi kepentingan si pembeli.
Mendidik Pelanggan
Zaman dahulu hubungan antara
penjual dan pembeli sering kali dilatarbelakangi oleh adanya “information Asymmetry”, yaitu tidak
sebandingnya informasi yang dipunyai oleh si Salesman ketimbang
pembelinya. Orang dengan informasi lebih lengkap dengan gampang bisa
memanipulasi mereka yang memiliki keterbatasan pengetahuan. Namun, sekarang
zaman telah berbeda. Pink mengatakan bahwa dimensi “salesmanship” sudah berkembang sangat pesat di 10 tahun terakhir,
dibandingkan dengan 100 tahun sebelumnya. Sekarang semua pelanggan mempunyai
akses informasi yang sama, bahkan lebih, karena minat dan kesempatan dalam
melakukan pencarian informasi. Pelanggan yang akan membeli mobil bisa jadi
sudah menguasai perbandingan features antara satu produk dengan produk yang lain
yang mana mungkin informasi yang diketahuinya lebih detil dari salesman-nya sendiri.
Jadi salesman saat ini seharusnya menjadi partner para pembeli dalam
mencari beragam informasi yang dapat memberikan solusi terbaik bagi kebutuhan
pembeli. Salesman tidak lagi cukup
mengandalkan kemampuan persuasi tanpa konten yang cukup. Pembeli yang mengambil
keputusan sendiri mengenai apa yang mereka beli akan memiliki ownership yang lebih tinggi terhadap
produkinya dan mereka juga dapat menjadi ”sales-agent”
sukarela manakala mereka benar-benar puas dengan produk tersebut.
Sumber :
Eileen Rachman & Emilia Jakob - Experd Character
building Assessment & Training - Harian Kompas Sabtu 28 Maret 2015
Komentar
Posting Komentar